Monday, 29 June 2009
Pasar Terapung Banjarmasin: Sebuah Catatan Peninggalan Sejarah
Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang terletak di salah satu pulau terbesar di Indonesia yaitu Kalimantan. Banjarmasin yang masuk ke dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan ini, seperti dikutip dari website pemerintah daerah Banjarmasin, memiliki luas sekitar 72 km per segi atau sekitar 0,22 persen luas wilayah Kalimantan Selatan.
Dibelah oleh sungai Martapura memberikan ciri khas tersendiri terhadap kehidupan masyarakatnya terutama pemanfaatan sungai sebagai sarana transportasi air, perdagangan dan pariwisata. Banjarmasin sebagai ibukota propinsi adalah pusat perdagangan dan pariwisata. Kota ini mendapat julukan Kota Air karena letak daratan yang beberapa senti di bawah permukaan air laut. Yang paling terkenal di Banjarmasin adalah pasar terapung.
Kehadiran pasar terapung sendiri tidak lepas dari sejarah kota Banjarmasin. Seperti dikutip dari blog gitacinta.multiply.com, pada tahun 1526 Sultan Suriansyah mendirikan kerajaan di tepi sungai Kuin dan Barito yang kemudian menjadi cikal bakal kota Banjarmasin. Di tepian sungai ini pula pusat perdagangan tradisional mulai berkembang. Selain pasar terapung di Muara Kuin Banjarmasin, pasar terapung lainnya dapat kita temui di Lok Baintan yang berada di atas Sungai Martapura. Tapi pasar apung disini tidaklah sepopuler Muara Kuin Banjarmasin mungkin dikarenakan lokasinya yang cukup jauh dari pusat kota.
Untuk dapat menikmati eksotisme pasar apung, kita dapat menyewa sebuah perahu motor air yang disebut Kelotok. Harga sewa dari sebuah Kelotok berkisar antara Rp50.000 hingga Rp70.000 tergantung dari jumlah penumpang. Perjalanan wisata dari pusat kota menuju pasar apung Kuin Banjarmasin memakan waktu sekitar 1 jam dengan perahu kelotok ini, sedangkan dengan angkutan darat hanya memakan waktu sekitar 15 menit.
Seperti dikutip dari Mediahalo edisi Mei 2006, dengan menggunakan perahu kelotok kita dapat melihat budaya masyarakat Banjar yang menjual sayur mayur, kue-kue, makanan dan minuman khas Banjarmasin, seperti Soto Banjar pun bisa dinikmati dari atas perahu (jika tidak menggunakan kelotok) atau bisa langsung bertransaksi dari perahu ke perahu. Pasar apung ini digelar setiap harinya mulai pukul 5 pagi sampai 8 pagi.
Sumber: dari berbagai sumber
Friday, 8 May 2009
Beringharjo, Pasar Tradisional Terlengkap di Yogyakarta
Pasar Beringharjo menjadi sebuah bagian dari Malioboro yang sayang untuk dilewatkan. Bagaimana tidak, pasar ini telah menjadi pusat kegiatan ekonomi selama ratusan tahun dan keberadaannya mempunyai makna filosofis. Pasar yang telah berkali-kali dipugar ini melambangkan satu tahapan kehidupan manusia yang masih berkutat dengan pemenuhan kebutuhan ekonominya. Selain itu, Beringharjo juga merupakan salah satu pilar 'Catur Tunggal' (terdiri dari Kraton, Alun-Alun Utara, Kraton, dan Pasar Beringharjo) yang melambangkan fungsi ekonomi.
Wilayah Pasar Beringharjo mulanya merupakan hutan beringin. Tak lama setelah berdirinya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, tepatnya tahun 1758, wilayah pasar ini dijadikan tempat transaksi ekonomi oleh warga Yogyakarta dan sekitarnya. Ratusan tahun kemudian, pada tahun 1925, barulah tempat transaksi ekonomi ini memiliki sebuah bangunan permanen. Nama 'Beringharjo' sendiri diberikan oleh Hamengku Buwono IX, artinya wilayah yang semula pohon beringin (bering) diharapkan dapat memberikan kesejahteraan (harjo). Kini, para wisatawan memaknai pasar ini sebagai tempat belanja yang menyenangkan.
Bagian depan dan belakang bangunan pasar sebelah barat merupakan tempat yang tepat untuk memanjakan lidah dengan jajanan pasar. Di sebelah utara bagian depan, dapat dijumpai brem bulat dengan tekstur lebih lembut dari brem Madiun dan krasikan (semacam dodol dari tepung beras, gula jawa, dan hancuran wijen). Di sebelah selatan, dapat ditemui bakpia isi kacang hijau yang biasa dijual masih hangat dan kue basah seperti hung kwe dan nagasari. Sementara bagian belakang umumnya menjual panganan yang tahan lama seperti ting-ting yang terbuat dari karamel yang dicampur kacang.
Bila hendak membeli batik, Beringharjo adalah tempat terbaik karena koleksi batiknya lengkap. Mulai batik kain maupun sudah jadi pakaian, bahan katun hingga sutra, dan harga puluhan ribu sampai hampir sejuta tersedia di pasar ini. Koleksi batik kain dijumpai di los pasar bagian barat sebelah utara. Sementara koleksi pakaian batik dijumpai hampir di seluruh pasar bagian barat. Selain pakaian batik, los pasar bagian barat juga menawarkan baju surjan, blangkon, dan sarung tenun maupun batik. Sandal dan tas yang dijual dengan harga miring dapat dijumpai di sekitar eskalator pasar bagian barat.
Berjalan ke lantai dua pasar bagian timur, jangan heran bila mencium aroma jejamuan. Tempat itu merupakan pusat penjualan bahan dasar jamu Jawa dan rempah-rempah. Bahan jamu yang dijual misalnya kunyit yang biasa dipakai untuk membuat kunyit asam dan temulawak yang dipakai untuk membuat jamu terkenal sangat pahit. Rempah-rempah yang ditawarkan adalah jahe (biasa diolah menjadi minuman ronde ataupun hanya dibakar, direbus dan dicampur gula batu) dan kayu (dipakai untuk memperkaya citarasa minuman seperti wedang jahe, kopi, teh dan kadang digunakan sebagai pengganti bubuk coklat pada cappucino).
Pasar ini juga tempat yang tepat untuk berburu barang antik. Sentra penjualan barang antik terdapat di lantai 3 pasar bagian timur. Di tempat itu, anda bisa mendapati mesin ketik tua, helm buatan tahun 60-an yang bagian depannya memiliki mika sebatas hidung dan sebagainya. Di lantai itu pula, anda dapat memburu barang bekas berkualitas bila mau. Berbagai macam barang bekas impor seperti sepatu, tas, bahkan pakaian dijual dengan harga yang jauh lebih murah daripada harga aslinya dengan kualitas yang masih baik. Tentu butuh kejelian dalam memilih.
Puas berkeliling di bagian dalam pasar, tiba saatnya untuk menjelajahi daerah sekitar pasar dengan tawarannya yang tak kalah menarik. Kawasan Lor Pasar yang dahulu dikenal dengan Kampung Pecinan adalah wilayah yang paling terkenal. Anda bisa mencari kaset-kaset oldies dari musisi tahun 50-an yang jarang ditemui di tempat lain dengan harga paling mahal Rp 50.000,00. Selain itu, terdapat juga kerajinan logam berupa patung Budha dalam berbagai posisi seharga Rp 250.000,00. Bagi pengoleksi uang lama, tempat ini juga menjual uang lama dari berbagai negara, bahkan yang digunakan tahun 30-an.
Jika haus, meminum es cendol khas Yogyakarta adalah adalah pilihan jitu. Es cendol Yogyakarta memiliki citarasa yang lebih kaya dari es cendol Banjarnegara dan Bandung. Isinya tidak hanya cendol, tetapi juga cam cau (semacam agar-agar yang terbuat dari daun cam cau) dan cendol putih yang terbuat dari tepung beras. Minuman lain yang tersedia adalah es kelapa muda dengan sirup gula jawa dan jamu seperti kunyit asam dan beras kencur. Harga minuman pun tak mahal, hanya sekitar Rp. 1000 sampai Rp. 2000.
Meski pasar resmi tutup pukul 17.00 WIB, tetapi dinamika pedagang tidak berhenti pada jam itu. Bagian depan pasar masih menawarkan berbagai macam panganan khas. Martabak dengan berbagai isinya, terang bulan yang legit bercampur coklat dan kacang, serta klepon isi gula jawa yang lezat bisa dibeli setiap sorenya. Sekitar pukul 18.00 WIB hingga lewat tengah malam, biasanya terdapat penjual gudeg di depan pasar yang juga menawarkan kikil dan varian oseng-oseng. Sambil makan, anda bisa mendengarkan musik tradisional Jawa yang diputar atau bercakap dengan penjual yang biasanya menyapa dengan akrab. Lengkap sudah.
yogyes.com
Subscribe to:
Posts (Atom)